Hasil Konferensi Ulama Internasional di Lombok

Konferensi ulama dari belahan dunia telah menghasilkan sejumlah kesepakatan dalam upaya menanggulangi ekstremisme dan terorisme. Acara digelar di Islamic Centre, Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), Sabtu, 28 Juli 2018.
Sekjen Organisasi Internasional Alumni Al-Azhar (OIAA) Cabang Indonesia, Mukhlis Hanafi, mengatakan para peserta konferensi menyampaikan apresiasi dan ucapan terima kasih kepada Pemerintah Nusa Tenggara Barat, Organisasi Internasional Alumni Al-Azhar (OIAA) Cabang Indonesia, dan Forum Komunikasi Alumni Timur Tengah (FKAT). Apresiasi itu diberikan terutama pada kerja keras dalam menyelenggarakan konferensi yang sangat penting di saat umat Islam sedang berada pada titik kritis yang sangat menentukan.
"Konferensi ini telah menjadikan wasathiyyah (moderasi) Islam dalam perspektif Ahlussunnah wal Jamaah sebagai metode dalam menghadapi ekstremisme dan terorisme," ucap Mukhlis melalui keterangan tertulis, Sabtu, 28 Juli 2018, seperti dilaporkan Metrotvnews.
Apresiasi juga diberikan atas peran penting alumni Al-Azhar di Indonesia dalam menyebarluaskan wasathiyyah Islam dan mencegah perpecahan.
Selama dua hari dibahas berbagai kerja kerja hasil riset yang berkaitan dengan implementasi wasathiyyah Islam dalam perspektif Ahlussunnah wal Jamaah, dan menghasilkan sembilan rekomendasi yang dituangkan ke dalam 'Lombok Message'.
Berikut sembilan pesan yang telah disepakati:
1. Para peserta konferensi bersepakat bahwa Ahlussunnah wal Jamaah adalah mereka yang mengikuti ajaran Nabi Muhammad Saw dan para sahabatnya, yang berpegang teguh pada al-Quran dan Sunnah, yaitu para pengikut Asy`ariyyah-Maturidiyyah, para fukaha, ahli hadis dan tasawuf yang mengikuti al-Quran dan hadis Nabi Muhammad Saw.
2. Konsep “al-firqah al-nâjiyah” (kelompok yang selamat) seperti disebut dalam beberapa riwayat dan menjadi salah satu pemicu perpecahan umat Islam, adalah masalah khilafiah yang belum disepakati para ulama. Riwayat-riwayat hadis tentang itu masih diperdebatkan para ulama, baik dari periwayatan (sanad) maupun substansinya (matan), terutama yang terkait dengan prediksi di akhirat bahwa “semuanya masuk neraka kecuali satu kelompok”. Ini masalah akidah yang harus didasari pada hadis-hadis yang mutawatir. Konsep ini tidak bertentangan dengan perbedaan dan keragaman dalam pandangan keagamaan, dan tidak bertolak belakang dengan perintah untuk menjaga persatuan.
3. Sektarianisme, rasisme, dan diskriminasi dalam bentuk apa pun bertentangan dengan wasathiyyah (moderasi) Islam, dan harus dilawan dengan berbagai cara, sebab mengganggu keutuhan tanah air, memperkeruh harmoni sosial antara warga negara yang memiliki hak dan kewajiban yang setara. Wasathiyyah Islam menjamin hak untuk berbeda, dan menjamin hak kebebasan penganut agama lain dalam menjalankan agama dan beribadah sesuai keyakinannya.
4. Al-Azhar al-Syarif adalah garda depan wasathiyyah Islam sepanjang sejarah, lebih dari seribu tahun, dengan metode yang mengakui dan mengukuhkan keragaman, menghormati pandangan dan sikap orang lain yang berbeda, tanpa menuduhnya kafir (takfîr), fasiq (tafsîq) dan berbuat bid`ah (tabdî).
5. Perlu membangun konsep pemikiran, bimbingan dan pendidikan bagi mereka yang keluar dari jalur wasathiyyah, yaitu penganut pemikiran ekstrem yang kembali (returnis) dari daerah-daerah konflik, agar dapat menjadi warga negara yang baik. Al-Azhar al-Syarif dan para ulamanya serta kantor-kantor cabang Organisasi Internasional Alumni Al-Azhar (OIAA) yang tersebar di beberapa negara siap melakukan itu.
6. Perlu membuat desain program pendidikan yang dibangun atas dasar wasathiyyat Islam dan nir-kekerasan, dengan target sasaran anak-anak yang akan menjadi harapan masa depan, dalam upaya membangun dan melindungi mereka dari pemikiran ekstrem yang bertentangan dengan wasathiyyah. Dalam hal ini, OIAA siap berbagai pengalaman dan mendukung secara substansi keilmuan.
7. Wasathiyyah Islam adalah metode dalam beribadah, bermuamalah, praktik ekonomi, sosial dan seluruh aspek kehidupan lainnya. Selain itu, wasathiyyah adalah solusi dalam menghadapi Islamofobia yang muncul akibat beberapa aksi terorisme, pertumpahan darah dan problematika lainnya.
8. Perlu menyelenggarakan seminar dan konferensi, serta memanfaatkan berbagai media sosial dalam melakukan propaganda wasathiyyah dan counter pemikiran ekstrem. Selain itu juga perlu memberikan bimbingan bagi pemuda Muslim terkait situs-situs internet yang menyebarkan pemikiran ekstrem dan kekerasan.
9. Wasathiyyah Islam memanusiakan dan memuliakan manusia, terlepas dari perbedaan agama dan keyakinan, menanamkan prinsip musyawarah dan keadilan sosial bagi seluruh penduduk suatu negara, menegaskan persatuan tanah air dan menanamkan loyalitas terhadap negara. Indonesia telah mengambil inisiatif baik dengan menjadikan nilai-nilai tersebut sebagai dasar negara yang tercermin dalam Pancasila. Oleh karenanya, perlu terus dijaga dan dirawat.
social pages
instagram telegram twiter RSS