Menelisik Efek Media Massa Global dan Regional Kasus Khashoggi

Stephane Dujarric, Jurubicara Sekjen Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mereaksi berita-berita yang dipublikasikan soal terbunuhnya Jamal Khashoggi, jurnalis oposan rezim Al Saud di Istanbul menjelaskan bahwa PBB mengikuti kasus Khashoggi dengan hati-hati.
Jamal Khashoggi hari Selasa lalu (02/10) bersama tunangannya mendatangi Konsulat Jenderal Arab saudi di Istanbul, namun ia tidak pernah kembali.
Stasiun televisi Aljazeera juga mengkonfirmasikan telah ditemukannya jasad Khashoggi di sebuah kawasan Istanbul. Namun berita-berita ini belum diakui oleh kalangan resmi Turki. Nasib Jamal Khashoggi yang tidak diketahui ini menunjukkan betapa para oposan Riyadh bahkan di luar Arab Saudi juga tidak aman jiwanya. Padahal yang namanya pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dan kebebasan pers di Arab Saudi punya sejarah yang panjang, tapi langkah-langkah pelanggaran itu semakin intens dalam beberapa tahun terakhir.
Jamal Khashoggi bukan oposan pertama Arab Saudi yang diculik, tapi dalam beberapa tahun lalu ada tiga pangeran Saudi yang tinggal di Eropa dan menjadi oposan pemerintah Saudi kemudian diculik. Bukti-bukti yang ada menunjukkan sebagian oposan Saudi yang tinggal di luar negeri dibunuh dan salah satunya adalah Nasser al-Saeed.
Pangeran Sultan bin Turki merupakan pangeran pertama dari oposan yang dibunuh. Ia terkenal karena kritikannya yang keras terhadap keluarga penguasa Arab Saudi. Sultan bin Turki pernah diculik dua kali; pertama tahun 2003 dan yang kedua tahun 2016 ketika hendak melakukan perjalanan ke Kairo dan kini ditahan di Arab Saudi.
Pangeran Turki bin Bandar Al Saud sebagai mantan pejabat keamanan Saudi memiliki akses pada informasi sangat sensitif dan pada bulan Juni 2012 menyampaikan keinginannya untuk mengimplementasikan reformasi di Arab Saudi. Ia ditangkap pada 2015 ketika hendak bertolak ke Maroko dan dikembalikan Riyadh.
Pangeran Saud bin Saif al-Nasr Al Saud juga salah satu pangeran yang berafiliasi dengan keluarga penguasa Arab Saudi dan tidak begitu dikenal di dunia politik. Pada tahun 2014 ia mempublikaskan tulisan yang mengritik keluarga penguasa Saudi dan sejak saat itu hingga kini tidak terdengar lagi kabarnya.
Bila mencoba untuk melihat ke belakang lagi, kita akan sampai pada penculikan dan pembunuhan Nasser al-Saeed, oposan Saudi pada tahun 1979. Seorang intelijen Inggris, setelah lewat 30 tahun sejak penculikan Nasser al-Saeed mengungkapkan bahwa setelah diculik, al-Saeed kemudian dibunuh dan jasadnya dibuang ke pesisir pantai Laut Mediterania.
Sebagaimana telah disebutkan, di tahun-tahun terakhir aksi-aksi kejahatan para pejabat Arab Saudi semakin meningkat, dimana hal ini juga diakui oleh Donald Trump, Presiden Amerika Serikat. Di tahun-tahun terakhir khususnya pasca pengangkatan Mohamed bin Salman sebagai Pangeran Mahkota Arab Saudi, pribadi yang menjalankan semua kebijakan Amerika Serikat dan Zionis Israel di kawasan, puluhan pelaku usaha, ulama, pangeran, penyair, dosen dan aktivis sipil, khususnya sejumlah wanita di negara ini yang ditangkap dan dipenjara.
Sementara itu, publikasi sebagian berita yang menyebutkan Jamal Khashoggi sebelum melakukan perjalanan ke Turki, rencananya ia akan mengunjungi Amerika Serikat. Berita ini menambah kerumitan kasus ini, sehingga ada kemungkinan sebagian pejabat Amerika Serikat berada di balik kasus ini atau setidaknya mereka tahu akan kasus ini dan memberikan lampu hijau buat eksekusi kasus ini.
Situs surat kabar Rai Alyoum dalam sebuah tulisan mengungkap bahwa Jamal Kashoggi, wartawan oposan pemerintah Saudi sehari sebelum hilang, sempat mengritik pernyataan presiden Amerika Serikat yang menyebut Riyadh tanpa Washington hanya bisa bertahan selama dua pekan. Selain itu, ia termasuk pengritik Kesepakatan Abad.
Rai Alyoum juga menulis bahwa jurnalis kritis Arab Saudi ini bak kotak rahasia keluarga Saudi dan Riyadh tidak ingin kotak ini jatuh ke tangan rival regionalnya, yaitu Turki. Untuk itu, Riyadh siap menanggung bahaya luar biasa baik politik dan diplomasi konspirasi terhadapnya.
Di sisi lain, Jamal Kashoggi memiliki hubungan baik dengan para pejabat Turki, khususnya dengan Recep Tayyip Erdogan, Presiden Turki. Nasib Kashoggi yang tragis, itupun di Turki dapat membawa dampak regional bagi kasus ini. Artinya, bila pemerintah Ankara berhasil membuktikan bahwa Jamal Kashoggi dibunuh, maka hubungan Turki dan Arab Saudi bakal menjadi semakin tegang, apa lagi sebelum ini hubungan kedua negara sudah tegang terkait Qatar. Krisis hubungan Ankara-Riyadh bakal memasuki babak baru.
Pada awalnya, Riyadh berniat menyeret Kashoggi yang memiliki kecenderungan Ikhwanul Muslimin (IM) ke Istanbul, pendukung IM, untuk menciptakan masalah buat Ankara, tapi yang terjadi justru merugikan para penguasa Arab Saudi. Sama seperti kasus-kasus lainnya di Yaman, Qatar, Lebanon dan Irak. Dimensi hilangnya wartawan oposan pemerintah Saudi sejak memasuki Konsulat Jernderal Saudi di Istanbul masih samar dan tampaknya insiden ini lebih dari sekedar nasib seorang wartawan Saudi yang tinggal di Amerika. Karena sudah menjadi skandal lain bagi penguasa Saudi dan hubungan mencurigakan mereka dengan Amerika Serikat dalam bentuk Kesepakatan Abad.